Refleksi Pengalaman Diri
0
komentar
AKU ADALAH AKU...................
Beberapa hari ini, saya
melakukan rihlah ke sebuah desa yang dikenal dengan “Kampung Inggris”.
Sendirian. Berbagai tempat (kompleks) saya hampiri. Berbagai nuansa saya
hayati. Berbagai nilai saya rasuki. Berbagai disiplin saya ikuti. Berbagai,
berbagai, berbagai…..
Meskipun masih beberapa
hari, seandainya disuruh bercerita tentang pengalaman rihlah saya, entah berapa
ribu lembar kertas akan habis saya tulis. Jika saya seorang ilmuwan, entah
berapa teks bias saya teliti. Jika saya seorang sastrawan, entah berapa roman,
berapa novel, dan cerita-cerita pendek bias saya dokumentasikan. Dan jika saya
seorang pengusaha, entah berapa banyak keuntungan-keuntungan yang saya
dapatkan.
Sayang, saya hanyalah
saya, bukan kamu, bukan dia dan bukan mereka. Saya adalah saya. Tapi barangkali
kata “unfortunately” yang pas jika
ditempelkan ke dalam diri saya. Tapi untunglah saya hanyalah saya. Bukan
siapa-siapa. Paling tidak saya sekedar seorang manusia, atau seorang “makhluk
jelata”, atau “orang biasa”.
Saya bukan seorang
ilmuwan yang berjalan mencari gejala-gejala, yang memburu realitas-realitas
hanya untuk dijadikan bahan observasi di sebuah laboratorium. Begitu pula bukan
seorang pedagang yang melancong menjajah dunia lain hanya sebagai pelancong
yang senantiasa mencari keuntungan.
Saya tidak berupaya
“merakyat”, karena saya memang sekedar bagian dari rakyat. Kalau suatu hari
saya dijumpai orang menjadi seorang “frustasi”, saya bukanlah “sedang
menghayati kehidupan orang frustasi”, karena saya memang sungguh-sungguh
seorang yang frustasi. Kalau pada hari berikutnya saya menjadi “pengemis”, saya
bukanlah “sedang menghayati bagaimana beratnya mempertahankan hidup sebagai
pengemis”, karena pada saat itu saya memang sungguh-sungguh seorang pengemis.
Saya tidak pernah menghayati orang miskin, kemiskinan, penderitaan, kesengsaraan,
atau kelaparan, sebab saya memang orang miskin yang menderita, sengsara dan
kelaparan. Namun, pada sisi lain, saya adalah juga seorang manusia yang riang
gembira, penuh syukur, dan bahagia. Saya tinggal memilih berganti-ganti memakai
kaki bahagia atau kaki derita, tangan sedih atau tangan gembira.
Inilah saya…!!! Saya
hanya bisa berguman dalam hati, “untuntunglah Allah menyediakan seribu
kemungkinan nilai yang memungkinkan setiap orang tetap berpeluang mengolah
kegembiraan dan kebahagiaannya di posisi mana pun dan keadaan bagaimana pun.
Manusia diberi-Nya kesanggupan untuk beradaptasi terhadap situasi
bermacam-macam. Manusia dikasih-Nya darah, naluri, dan kecerdasan agar ia tetap
saja mampu menyelenggarakan kegembiraan dan kebahagiaan meskipun dengan suku
cadang yang terendah nilainya bisa menghasilkan ramuan kegembiraan dan
kebahagiaan yang jauh melebihi taraf kegembiraan dan kebahagiaan yang dirajut
dengan suku cadang mewah”
“Manusia bekerja keras,
mengobankan harga diri dan kemanusiaannya untuk memperoleh sejumlah suku cadang
yang mungkin berupa uang, harta benda, atau jabatan yang diperhitungkan akan
bisa dipakai untuk menanak kegembiraan serta kebahagiaan. Sebagian
memperolehnya, antara lain; dengan cara menggorok manusia-manusia lain. Tetapi
peningkatan nilai suku cadang itu tidak berbanding sejajar dengan kadar
kegembiraan dan kebahagiaan yang dirindukannya.
Pada saat banyak gejala, bahkan mereka berbanding terbalik. Kalau kita
telah memiliki tingkat harta yang tinggi, ketika seseorang menyodori kita uang
sepuluh ribu rupiah, tak terasa oleh kita. Tetapi yang itu sangat besar artinya
jika kita cukup melarat. Makin miskin kita, makin berarti semua uang dan harta
benda. Makin kaya kita, kekayaan makin tak terasa. Sehingga, kalau manusia
berakal sehat, ia akan cenderung memilih miskin, asal jangan sampai fakir…”
Untuk itu, saya mencoba
untuk menempelkan diri saya bersama orang-orang lain yang jika ditanya siapa
dia, menjawab: “Aku seorang master”, “Aku seorang profesor”, “Aku seorang PNS”,
“Aku pejabat”, atau apa pun. Sehingga saya “bukan” saya, sebab saya hanya
sebatas perjanjian di antara orang-orang yang mengenal saya. Bahkan mungkin tak
seorang pun mengenali saya yang sebenarnya.
Saya sekedar seorang
manusia, hanyalah sesuatu yang diizinkan Allah untuk menjadi seorang manusia.
Maka saya bisa “berperan” menjadi siapa pun dan apa pun pada baju kemanusiaan
saya. Saya bisa berperan sebagai siapa pun dan apa pun dalam konteks yang
bermacam-macam.
Saya harus melihat diri
sendiri dengan suatu ketidakkerasanan sebagai anggota dari suatu lingkaran
komunitas; RT, RW, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi… padahal saya
adalah warga dari suatu “negeri alam semesta” yang batas tutorial saya tidak
terbatas, yang diketahui hanya oleh Allah Sang Pencipta.
Maka, saya mencoba
untuk rihlah dengan memilih jalan yang kira-kira terbebas dari penglihatan
ataupun pandangan nilai masyarakat yang baku. Pada saat-saat tertentu, saya
harus membuat diri sendiri “tidak ada”. Artinya, saya akan melenyapkan seluruh
getaran keberadaan pribadi sehingga siapa pun di sekeliling saya tak merasa
bahwa saya ada karena memang tidak ada. Bukan berarti saya bisa “menghilang”.
Saya sekedar melenyapkan diri dari setiap perangkat komunikasi manusia dan
sistem lingkungan yang ada. Saya hanya bersembunyi dari mata pengetahuan.
Orang yang terlalu fanatik sering mencap
bahasa Inggris melulu sebagai bahasa orang kafir dan bahasa munafik sehingga
haram untuk dipelajarinya. Bahkan bagi orang-orang tertentu menganggap bahasa
Inggris hanya sebagai gimnastik, atau
sport mulut yang hanya membuang-buang
waktu dan tenaga. Tetapi tak dapat diingkari bahwa bahasa Inggris merupakan
salah satu bahasa yang dipakai secara meluas di dunia.
Selain merupakan bahasa ibu dalam
beberapa Negara besar seperti Amerika, Inggris, Kanada, dan Australia, bahasa
Inggris juga merupakan bahasa ke dua atau bahasa resmi di banyak Negara termasuk
Negara Indonesia. Penggunaan bahasa Inggris di Indonesia semakin lama semakin
umum. Di sekolah, anak-anak sudah mendapatkan pelajaran bahasa Inggris sejak
tingkat Sekolah Dasar atau bahkan Taman Kanak-kanak. Selain itu, semakin banyak
sekolah bi-lingual yang menggunakan bahasa Inggris sebagai
bahasa pengantar.
Di jalan-jalan atau tempat umum, papan
reklame atau nama tempat usaha pun banyak yang menggunakan bahasa Inggris.
Semua itu mengindikasikan urgensinya belajar dan menguasai bahasa Inggris.
Tentunya sebagai bahasa kedua setelah bahasa Indonesia.
Peranan bahasa Inggris sebagai media
komunikasi internasional yang utama telah menciptakan sebuah iklim yang
kondusif yang kemudian dikenal dengan “Kampung Inggris” di Pare. Di kampung ini
banyak orang dari berbagai suku bangsa dan daerah dengan kultur yang berbeda
berkunjung hanya untuk belajar bahasa Inggris. Sehingga tidak jarang kita
temukan di pinggiran-pinggiran jalan, warung kopi, tempat makan, siang ataupun
malam, orang-orang belajar dan berdiskusi tentang bahasa Inggris.
Kendatipun demikian, setiap individu
memiliki alasan dan tujuannya masing-masing dalam mempelajari bahasa Inggris di
Kampung Bahasa. Sebagian orang belajar karena melihat manfaat atau kaitannya
dengan studi. Sebagian yang lain dengan motif mencari pekerjaan dan sebagian
lagi mempelajarinya karena merasa tertarik atau menyukai bahasa Inggris. Sementara
itu, terdapat pula orang belajar bahasa Inggris hanya karena iseng, tidak ada pekerjaan. Semua
perbedaan tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam mempelajari
bahasa Inggris.
“Ke Kampung Inggris apa yang
kau cari?” mungkin itulah pertanyaan penting yang pertama kali harus
dilekatkan pada setiap orang yang berkunjung ke Kampung Inggris. Pertanyaan
tersebut ditujukan kepada semua orang yang belajar bahasa Inggris untuk
mengingatkan komitmen tujuan mereka datang ke Kampung Inggris. Jangan sampai
salah motif (niat) dan salah tujuan sehingga kecewa dan mengecewakan, sakit dan
menyakitkan, serta rugi dan merugikan. Habis umur, tenaga dan biaya untuk
belajar di Kampung Inggris, tetapi berakhir dengan ketidakpuasan.
Dengan demikian, tidak jarang ditemukan
sebagian orang yang telah datang ke Kampung Bahasa mencoba belajar dan memahami
bahasa Inggris tetapi pada akhirnya menyerah karena merasa tidak ada kemajuan
atau tidak puas terhadap materi pelajaran. Itu semua disebabkan kesalahan motif
dan tujuan sehingga dalam kesehariannya tidak punya target untuk menuju kepada
sebuah keberhasilan. Tulisan
Bersambung …
Posted in
Posted by
Unknown
di
10.23
Setiap orang pasti
mendambakan sebuah kesuksesan,meski makna sukses bagi masing-masing individu
berlainan. Ada yang menganggap banyak harta sama dengan sukses. Ada yang
mengaitkan sukses dengan pangkat dan kekuasaan yang disandang. Bagaimana konsep
sukses menurut Siswa di Kampung inggris? Kalau boleh menjawab, bagi Siswa yang
sedang belajar di Kampung inggris, makna sukses adalah
penguasaan dan kemampuan untuk mengekspresikan bahasa Inggris dengan baik dan
benar.
Realisasi kesuksesan
yang didambakan oleh setiap peserta kursus di Kampung inggris sangat tergantung
pada sikapnya. Artinya seseorang yang mempunyai sikap dan semangat yang positif, kecenderungannya untuk sukses
dalam berbahasa Inggris akan tinggi, sebaliknya, bila sikapnya negatif,
kemungkinan untuk meraih sukses rendah.
Untuk itu, terdapat
tiga kategori sikap Siswa di Kampunginggris yang berkorelasi dengan kesuksesan.
Pertama
adalah PROAKTIF. P artinya punyai dan pahami vocabluary sebanyak-banyaknya. R berarti rencanakan kemajuan diri
dan kebiasaan berbahasa Inggris. Kemudian bersiaplah menghadapi berbagai
kemungkinan (cobaan). O adalah orang
lain bukan penghalang kesuksesan kita. A, ambil inisiatif dan jangan menunggu
disuruh dan diberi tugas. Hindari sikap paku yang hanya bergerak saat dipalu. K
singkatan dari Kerja tidak perlu diawasi. Ada Master Punishment atau tidak, tanggung jawab harus selesai. T berarti
tidak suka buang-buang waktu. Time is
practice. I merupakan ingin mempelajari ilmu dan keterampilan baru
khususnya dalam bahasa Inggris. Sementara F singkatan dari fokuskan diri dan
pikiran pada hal-hal yang positif.
Sikap kedua adalah REAKTIF. Siswa tipe ini
biasa dikenal dengan “nail man”
manusia paku, diketok baru bergerak. R berarti rasa diri lebih hebat dari orang
lain. E adalah ekspektasi (pengharapan) tinggi meski tanpa usaha yang kuat dan
kerja yang baik. A, asyik hura-hura, pacaran dan jalan-jalan. Ia suka
buang-buang waktu. K artinya kerja semrawut dan kalang kabut karena tanpa
persiapan dan prioritas. T maksudnya tertumpu dan terjebak pada perkara-perkara
di luar tanggung jawab. Sementara I adalah imajinasikan dirinya sebagai orang
sempurna (perfect), dan terakhir F
yaitu fikiran negative
Siswa REAKTIF, di
kelas, kost atau asrama mudah dikenali tanda-tandanya. Saat ada tugas ia
berkomentar, “kacau nih tugas melulu”
atau gerutunya saat melihat siswa yang lain belajar “ngapain susah-susah belajar, kagak mungkin dapet cewek Eropa men…….”.
Bahkan yang lebih parah, dia dengan enteng berkata “buat apa rajin-rajin, mister punishment juga gak bakalan merhatiian
kita, yang penting happy. Kita nikmati saja hidup”.
Siswa
tipe
ketiga adalah yang bersikap INAKTIF.
I artinya ingin cepat bisa tanpa adanya kerja keras. N, nantikan nasib baik,
nanti juga datang sendiri. A adalah aku sudah cukup dengan apa yang ada. K
merupakan keletihan semangat dan kekurangan stamina. Sedangkan T ialah tidak
punya keinginan kuat untuk bisa dan sukses. I yaitu inginkan kecakapan bahasa tanpa
mau menantang arus; dan F artinya fokuskan pikiran pada hal-hal negative dan
eksklusif.
Siswa
INAKTIF
bisa disebut hidup segan mati tidak mau. Sikapnya di camp ogah-ogahan. Ketika
disuruh belajar sungguh-sungguh, jawabannya “belajar keras juga nggak dapat apa-apa, percuma……..”
Dengan mengasah
kemampuan kita, dua sikap penghalang kesuksesan –REAKTIF dan INAKTIF- dapat
dihilangkan. Kekuatan menghafal misalnya, bisa ditingkatkan melalui latihan
yang sungguh-sungguh dan sistematis. Pada umumnya, kesuksesan seseorang itu
bisa dicapai melalui kekuatan dan keseimbangan akal. Keseimbangan itu terletak
pada tiga hal. Pertama, kecerdasan
pikiran yang bisa diperoleh melalui pengasahan ilmu, keterampilan dan daya pikir.
Kedua, emosi dan ukhuwah yang bisa
dipraktekkan melalui kebersamaan, saling memahami, belas kasih dan empati. Ketiga, kekuatan hati yang bisa dilatih
dengan jalan sabar, ikhlas, mawas diri dan syukur.
Dengan demikian, Siswa yang mampu mengembangkan potensi
jasmani dan rohani (roh, nafsu dan akal) akan lahir sebagai manusia baru yang perfect (master). Ia siap membuang
pemikiran dan kebiasaan lama dan menggantinya dengan pemikiran dan kebiasaan
baru. Selain itu, keyakinannya kuat, penuh percaya diri dalam meraih cita-cita.
Ia juga pandai merancang strategi pencapaian kesuksesannya; dimulai dengan
niat, kemudian ia menghitung jangka waktu sekaligus pengorbanan yang diperlukan
untuk mewujudkan kesuksesannya. Artinya, ia berprinsip: usaha, usaha dan usaha.
Aku persembahkan untuk
kawan-kawan Teaching Clinik Global English Angkatan II 2012
Posted in
http://www.kampung-inggris.co.id/
Posted by
Unknown
di
14.36
Read
adalah
sebuah kosa kata yang mudah di ingat dan gampang di hafal. Dalam konteks “Pare”
mungkin semua orang (members) hafal
tentang kata tersebut. Dalam kamus Inggris manapun, read secara literal diartikan membaca. Tetapi kemudian secara
konseptual bagaimana substansi dan esensi membaca serta bagaimana membaca
dengan baik sehingga kita bisa menangkap ide atau pesan yang terdapat dalam
bacaan itu??? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut tidaklah semudah
mengingat serta menghafal vocabulary
“read”.
Membaca merupakan sesuatu yang sangat
penting tapi sulit dikerjakan. Banyak orang menjadi “besar” karena mebaca dan
sebaliknya orang akan ketinggalan zaman sebagai akibat dari kurang membaca.
Itulah sebabnya kenapa perintah Tuhan yang pertama kali turun adalah perintah untuk membaca. Dalam Al-Quran
dijelaskan:
“Bacalah…!
dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan, menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah…! Dan Tuhanmu yang paling mulia yang telah mengajar
dengan melalui pena, mengajar manusia apa yang tidak ia ketahui” (QS
Al-Alaq: 1-5)
Dalam ayat di atas, Tuhan memerintahkan
umat manusia untuk membaca dan membaca. Dari sini jelas, betapa pentingnya
membaca apa saja yang bisa di baca, baik berupa teks maupun konteks. Membaca
tidak cukup sekali saja, melainkan harus berkali-kali, minimal dua kali. Inilah
makna pengulangan kata “iqra”
sebanyak dua kali.
Dengan demikian, dalam sehari semalam
alangkah bijaknya kita menyediakan waktu khusus untuk membaca karya-karya
ilmuwan yang ide-ide briliannya disampaikan kepada khalayak umum melalui
goresan tintanya dan juga membaca dari sumber informasi: Koran, majalah,
internet dan lain sebagainya. Bukankah orang yang menguasai dunia itu orang
yang menguasai ilmu dan informasi
Namun demikian, ada beberapa hal yang
harus dilakukan dalam membaca sebagai salah satu kunci membuka ilmu dan
informasi agar kita menjadi orang yang menguasai dunia:
Ø Cinta
Tentu cinta yang dimaksudkan di sini
adalah rasa cinta pada ilmu. Cinta ilmu dapat memotivasi seseorang untuk
mencintai buku. Ibarat cinta terhadap kekasih akan mendorong untuk selalu
bertemu dan jalan bersama dengan kekasihnya. Begitu pula cinta terhadap bahasa,
pasti yang menjadi teman setianya adalah kamus serta buku-buku grammar.
Jika rasa cinta terhadap ilmu sudah
tertanam, pasti betah membaca selama berjam-jam tanpa mengenal lelah dan
ngantuk, sehingga halaman demi halaman dibaca dengan penuh konsentrasi serta
dapat menangkap ide yang disampaikan penulis.
Ø Mengorbankan Waktu, Tenaga dan
Pikiran demi Ilmu Semata
Untuk memperoleh ilmu melalui membaca,
tidaklah segampang membalikkan telapak tangan, dengan meminjam bahasa Ali Baba
–Abra Ka Dabra- langsung jadi pintar. Hal itu mustahil (ir-rasional) terjadi
tanpa harus bersusah payah membaca buku. Orang yang membaca buku belum dapat
dipastikan menjadi orang pintar dan sukses serta memiliki wawasan yang luas dan
pola pikir dinamis, apalagi mereka yang malas membaca.
Kendati demikian, membaca merupakan
langkan menuju pintu ilmu dan informasi yang siap dibuka. Tiada usaha tanpa
perjuangan, tiada perjuangan tanpa pengorbanan, dan tiada pengorbanan tanpa
harus mengerahkan segala pikiran, tenaga dan cucuran keringat serta banting
tulang. Kepala jadi kaki dan kaki jadi kepala. “Tiada mawar yang tak berduri”,
begitulah kata orang-orang bijak.
Ø Tidak Bosan Membaca meskipun Tidak
Paham
Tidak bosan membaca akan membuahkan sebuah
jaminan bisa memahami apa yang sedang atau sudah dibaca, walaupun pada mulanya
sulit memahami secara komprehensif. Tidaklah mudah membaca sebuah teks langsung
dipahami secara baik, melainkan membutuhkan waktu yang relatif lama. Dalam
membaca teks, yang terpenting adalah adanya upaya untuk senantiasa membaca dan
membaca serta terus membaca sampai paham tanpa mengenal rasa bosan.
Ø Mengulang Sampai Mantap
Membaca buku agar bisa dipahami isi dan
gagasannya tidak cukup sekali langsung paham. Jika membaca suatu topic tertentu
dari sebuah buah buku atau sumber informasi yang lain, sementara kita tidak
dapat menangkap ide yang disampaikan pengarangnya, tidaklah baik apabila tidak
mengulanginya lagi berkali-kali sampai bisa memahaminya, walau kalimat demi
kalimat hingga seluruh paragraph. Lebih baik baca satu buku sebanyak seribu
kali asal dapat mengambil pesan sang penggagas dari pada satu kali membaca buku
sebanyak seribu eksemplar tetapi tidak
bisa memahami dengan baik.
Membaca teks dapat dianalogikan seperti
bepergian kesuatu tempat asing yang rute perjalanannya belum diketahui
sebelumnya. Jika sekali melewati jalan tersebut masih belum paham, maka perlu
mencoba melewati sekali lagi sampai betul-betul ingat rutenya. Begitu juga
dengan teks, setelah membaca kita harus menangkap ide pengarang dan bisa
mengingatnya walaupun harus seribu kali mengulangnya.
Ada pepatah mengatakan “belajar cukup
sekali, tapi mengulang harus seribu kali”. Masih ingat Thomas Alfa Edison,
penemu lampu. Ia melakukan percobaan seribu kali. Akan tetapi, dari sekian
percobaannya, 999 kali di antaranya gagal dan yang keseribu kalinya baru sukses
menemukan lampu yang bisa memberikan manfaat sampai sekarang.
Ø Mendekati Sumber Ilmu dan Informasi
Seseorang yang sering mendekati penjual
parfum, akan ikut merasakan harumnya. Begitu juga jika sumber ilmu ada pada diri
para ilmuwan dan orang-orang pintar, maka jadikan mereka sebagai orang yang
dekat dengan kita untuk berdiskusi, bertanya, sharing atau “bersahabat” dengannya. Jika sumbernya terdapat pada
lembaran-lembaran teks kehidupan, maka meleburlah ke dalam realitas tersebut
sehingga semuanya dapat tersingkap sebagaimana adanya.
Ø Memahami Sarana Ilmu dan Informasi
Merupakan suatu yang mustahil seseorang
ingin memahami dan mengetahui pesan suatu teks tanpa adanya sarana yang
memungkinkan. Sarana yang paling urgen dalam memahami pesan teks adalah bahasa.
Dengan kata lain, jika kita ingin membaca teks yang berbahasa Inggris, maka
sarana yang diperlukan adalah bahasa Inggris. Begitu juga dengan teks yang
lain. Untuk itu, sebelum melangkah untuk maju ke depan alangkah baiknya penuhi
sarana tersebut sebagai jalan untuk meraih suatu tujuan. Mungkin inilah yang
membuat orang-orang dari penjuru dunia berbondong-bondong pergi ke Pare hanya
untuk belajar bahasa. Karena dengan
bahasa, seseorang akan mudah menggenggam dunia
Sebagai penutup dari tulisan ini,
penulis kutip hasil kesimpulan seorang tokoh sebagai inspirasi dan motivasi
dalam membaca:
What
I read, I forget. So I have to write
: Apa
yang saya baca, mudah saya lupakan, maka saya catat
What
I read and I see, I remember little. So I have to write and repeat again : Apa
yang saya baca dan lihat, sangat sedikit atau sebentar, maka saya mencatat dan
mengulangi lagi
What
I read, see and ask question about or discuss with some else, I begin
understand : Apa yang saya baca, lihat dan tanyakan
atau saya diskusikan dengan orang lain, saya mulai mengerti
What
I read, see, discuss and do, I acquire
knowledge and skill : Apa yang saya baca, lihat,
diskusikan dan lakukan, maka saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan
When
I teach to another, I master : Ketika saya bisa
mengajari orang lain, berarti saya menguasai.
Posted in
Posted by
Unknown
di
10.25